Sabtu, 27 November 2010

Industri Pariwisata sebagai "Quick Yielding Industry"

Mengapa dikatakan demikian?
Oleh para pakar, Industri pariwisata disebut sebagai "Quick Yielding Industry" karena dengan mengembangkan pariwisata sebagai suatu industri, devisa (foreign-exchanges) akan lebih cepat dibandingkan dengan kegiatan ekspor yang dilakukan secara konvensional
Melalui kegiatan ekspor, proses perolehan devisa memakan waktu relatif lama, dibandingkan dengan industri pariwisata. Prosesnya panjang, mula-mula bahan baku dikumpulkan dulu, kemudian baru dilakukan proses produksi. Produk setengah jadi kemudian diolah menjadi produk jadi (final goods) dan dilanjutkan dengan pengemasan. setelah dikemas, dimasukkan dalam peti kemas untuk dikirim, akan tetapi sebelumnya harus dimintakan ke bank untuk dibuatkan dokumen ekspor barang (Bill of Lading, asuransi, dll.) dan kemudian baru dikapalkan yang memakan waktu cukup lama. Itu pun belum tentu menjamin barang akan diterima oleh pembeli di luar negeri. Bisa saja kualitasnya tidak sesuai atau jumlah yang dipesan tidak cocok sehingga pembayaran menjadi masalah.
Tidak demikian dengan industri pariwisata. Devisa diperoleh langsung pada saat wisatawan menginjakkann kakinya di negara yang dikunjungi, karena saat itu  wisatawan sudah harus membayar semua kebutuhannya, mulai dari : akomodasi hotel, makanan dan minuman, transportasi lokal, beli oleh-oleh (cenderamata), hiburan, city seightseeing dan tours. Semuanya dibayar dengan valuta asing yang tentunya sebelumnya sudah ditukarkan di money changer atau bank.
Proses inilah yang kita kenal dalam ekonomi pariwisata dengan istilah Invisible Export, suatu kegiatan memeroleh devisa tanpa mengirim barang ke luar negeri, akan tetapi kita memeroleh  devisa dari pembelanjaan wisatawan.

2 komentar: